Berawal dari UU No. 14 Tahun 2005 tentang sertifikasi guru dosen, menimbulkan suatu persepsi dalam dunia pendidikan tentang guru atau dosen harus benart-benar ahli dalam mengajar anak didiknya, dengan sertifikasi guru dan dosen maka akan kelihatan bagaimana cara mereka dalam mengajar dan kelayakan mereka sebagai tenaga pengajar di sekolah atau perguruan tinggi.
Menyoal masalah diatas, tampaknya masalah diatas ini menjadi suatu fenomena baru dalam dunia pendidikan kita, tetapi dalam pelaksanaannya seringkali ditemukan kepincangan-kepincangan atau kecemburuan antara guru yang disertifikasi dengan yang tidak disertifikasi. Bagaimana tidak, dalam pemilihan guru-guru yang akan disertifikasi masih terdapat guru yang sebenarnya belum layak untuk disertifikasi.
Hal ini dapat kita lihat secara nyata dalam dunia pendidikan di Indonesia khususnya Kalimantan Selatan, sepengetahuan saya sebagai manusia yang diberikan akal untuk berpikir oleh Tuhan masih banyak terdapat pemilihan guru yang sebenarnya belum layak untuk disertifikasi, adalah seorang guru yang hanya mempunyai pengalaman mengajar diatas 5 tahun berhasil terpilih sebagai guru yang disertifikasi yang berbekal ijazah S1, memang ijazah minimal berpendidikan S1 adalah syarat utama dalam sertifikasi tersebut, namun lucunya guru tersebut tidak berhasil lulus dalam uji sertifikasi tersebut, karena nilai mereka tidak mencukupi persyaratan untuk lulus, namun untuk memenuhi kekurangan nilai mereka, guru tersebut malah diikutkan dalam penataran yang berdurasi 10 hari untuk menutupi kekurangan nilai mereka
Dalam pandangan saya, sertifikasi guru tersebut seakan-akan direkayasa dan dipaksakan dalam kelulusannya, bagaimana tidak guru yang seharusnya gagal dalam uji sertifikasi tersebut malah diberikan jalan lain untuk lulus dengan cara mengulang melalui penataran tersebut. Padahal banyak sekali pihak yang dirugikan dalam masalah itu, seperti murid-murid mereka disekolah yang harus terlantar dalam belajar karena ditinggal gurunya selama 10 hari untuk penataran.
Selain itu guru yang lebih berpengalaman atau pengalaman mengajar mereka diatas 20 tahun bahkan sampai ada selama 34 tahun juga sangat dirugikan, karena mereka tidak termasuk dalam sertifikasi tersebut, padahal kalau ditinjau lebih jauh kemampuan mereka jauh lebih baik dibanding dengan guru yang hanya berpengalaman diatas lima tahun, mungkin karena guru yang sudah mengajar selama 20 tahun hanya bertitel D3 atau sarjana muda, bukan S1, padahal dari kerja keras mereka telah banyak lahir Profesor, Magister dalam dunia pendidikan ataupun Sarjana-sarjana lainnya, apakah kerja keras mereka ini luput dari pandangan pemerintah? Mungkin paling tidak mereka diberikan pengecualian dalam hal title/pangkat tersebut mengingat jasa mereka atau piagam-piagam penghargaan dalam dunia pendidikan sangat banyak yang benar-benar mereka gunakan ilmunya untuk mengajar kita.
Sekarang memang mudah ditemukan universitas-universitas jarak jauh, atau kuliah hanya berdurasi dua hari (sabtu dan minggu), tetapi kebanyakan dari guru-guru yang pengalaman mengajar mereka diatas 20 tahun tidak menemui universitas atau kuliah seperti diatas tempo dulu, kalaupun ada, untuk masuk kuliah tersebut mereka sangat sulit karena harus mendapat izin dari kepala sekolah atau dinas setempat yang prosesnya tidak semudah sekarang. Ini adalah sebuah alasan logis mengapa kebanyakan guru-guru yang berpengalaman hanya mempunyai gelar sarjana muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar