Selasa, 25 Maret 2008

Ibnu Taimiyah Terhadap Logika

Abu al-Abbas Taqi al-Din Ahmad ibn Abd al-Salaam ibn Abdullah ibn Taimiyah al-Harrani adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki. Lahir pada tanggal 22 Januari 1263 (10 Rabiul Awwal 661 H) dan wafat 1328 (20 Dzulhijjah 728 H). Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taymiyyah. Seorang Syaikh, hakim, khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani Seorang Ulama yang menguasai fiqih, ahli hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al Qur'an (hafidz).

Ibn Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibn Taymiyyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.. Ibn Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'un, yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'it al-Tabi'un, yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'un adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

Penguasaan Ibn Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.”

Ibn Taimyah terkenal akan kritikannya terhadapa pendapat Aristoteles tentang Logika, ia menulis dua buah kitab logika, yaitu kitab Al-radd ‘ala al-Manthiqiyin (kitab penolakan terhadap Para Ahli Logika) dan Naqdh al-Manthiq (Kritik Logika). Ibn Taimiyah memulai kritikannya dengan mengatakan bahwa sesungguhnya saya mengetahui bahwa logika Yunani tidak dibutuhkan oleh para cendekiawan, bahkan bagi orang bodohpun tidak akan ada gunanya. Ia mengatakan Sebuah konsep (tashawwur) tidak dapat diperoleh (dicapai) kecuali dengan definisi logis (hadd), dan sebuah putusan (tashdiq) tidak dapat deiperoleh kecuali dengan silogisme (qiyas).

Pernyataan bahwa sebuah konsep tidak dapat diperoleh kecuali dengan definisi logis dikatakan Ibn Taimiyah mengandung pengertian yang tidak jelas, tidak mudah, pernyataan seperti itu semestinya mempunyai argumentasi yang terang dan benar, sedangkan para ahli logika sama sekali tidak mempunyai argumentasi atas kebenaran pernyataan itu. Menurut Ibnu Taimiyah pernyataan tanpa argumentasi adalah pernyataan tanpa ilmu, sehingga muncul pertanyaan besar bagaimana mungkin menjadikan suatu proposisi yang tidak logis sebagai dasar dan timbangan bagi ilmu yang logis.

Kemudian Aristoteles menyatakan bahwa definisi (hadd) adalah pernyataan yang menunjuk kepada hakikat atau substansi dari sesuatu yang didefinisikan. Bantahan Ibn Taimiyah adalah apabila dikatakan bahwa definisi adalah pernyataan atau perkataan dari si pembuat definisi, maka tentunya si pembuat definisi tahu bahwa sesuatu yang didefinisikan itu juga diketahuinya dengan sebuah definisi, atau ia mengetahui tanpa definisi. Kalau yang pertama yaitu ia mengetahui dengan definisi, maka definisi itu harus pula diketahui dengan definisi lainnya, dan begitulah rantaian seterusnya, sebuah definisi baru dapat diketahui dengan definisi pula, ini adalah pekerjaan yang tidak masuk akal. Akan tetapi apabila si pembuat definisi dapat mengetahui sesuatu yang didefinisikan tanpa definisi, maka proposisi “Sesuatu itu tidak dapat diketahui kecuali dengan definisi”, menjadi batal dengan sendirinya.

Bantahan yang sangat berani inilah yang membuat Ibn Taimiyah begitu terkenal dimata para ahli logika lainnya, beliau juga membantah pendapat ahli logika dari Islam seperti Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, dan Ibn Rusyd. Banyak pula pujian yang mengalir kepada beliau seperti Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah (wafat th. 748 H) berkata: “Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.

Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya ….. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ….. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.

Demikianloah pujian-pujian terhadap beliau, keberanian beliau dalam menentang suatu permasalahan atau suatu pernyataan patut untuk kita tiru dan terapkan dizaman seperti sekarang, dimana dibutuhkan keberanian untuk berbuat benar yang dapat dicontoh oleh orang banyak.

Tidak ada komentar: