Selasa, 25 Maret 2008

Merah Artinya Berani

Dewasa ini banyak masyarakat kita yang tidak mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, salah satunya adalah peraturan dalam berkendaraan, hal yang sangat jelas dapat kita lihat adalah pada perempatan atau pertigaan jalan yang terdapat traffic light (lampu pengatur jalan). Bukan sebuah rahasia umum lagi bahwa pada saat lampu bernyala warna merah banyak para pengendara yang menerobosnya.

Hal tersebut terjadi mungkin didasari oleh alasan yang beragam dari masing-masing orang, mungkin ada yang terlambat atau ingin cepat-cepat sampai ke tempat tujuan, mungkin juga malas untuk menunggu lampu menjadi hijau dikarenakan waktu itu cuaca lagi panas-panasnya atau lagi hujan sehingga mereka langsung menerobos lampu merah dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya. Ada juga yang cuma iseng dan lebih hebat lagi ada yang menganggap bahwa warna merah itu berarti berani sehingga mereka menganggapnya menjadi sebuah keberanian untuk menerobos lampu merah tersebut.

Sebagai manusia yang dibekali otak yang sangat sempurna oleh Tuhan, kita harusnya mampu untuk berpikir tentang akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran tersebut, padahal anak-anak sekolah dasarpun sudah mengerti apabila traffic light berwarna merah artinya berhenti, warna kuning orange artinya perlahan-lahan atau hati-hati dalam berkendara dan warna hijau untuk terus atau jalan. Dari peristiwa yang terjadi mungkinkah para pengendara motor atau mobil yang sering melanggar atau menerobos lampu merah tersebut perlu untuk disekolahkan kembali di sekolah dasar untuk mengetahui peraturan tersebut?

Bahkan dalam sebuah kesempatan, saya pernah melihat seseorang yang memaki orang didepannya hanya karena orang didepannya tidak menjalankan motornya pada saat berada di traffic light, padahal saat itu lampu masih merah tetapi keadaan jalan yang kosong membuat orang tersebut ingin cepat-cepat menjalankan motornya sehingga ia memaki orang yang berada didepannya karena menghalangi jalannya, ini hanya satu contoh nyata yang terjadi di Banjarmasin, masih banyak pelanggaran-pelanggaran lainnya, apakah pelanggaran seperti ini akan menjadi sebuah budaya baru dalam kehidupan kita? mengingat banyak sekali orang yang melakukan pelanggaran seperti diatas.

Kelakuan yang melanggar peraturan ini sering membahayakan pengguna jalan lainnya, sudah banyak terjadi kecelakaan yang dikarenakan hal tersebut bahkan terdapat caci dan maki dalam peristiwa tersebut sehingga menghilangkan pahala kita, alangkah bagusnya kita dapat menyadarinya dari sekarang, karena hal ini melibatkan kita kepada diri sendiri, khalayak banyak, dan tanggung jawab kita kepada pemerintah dan sang pencipta.

Menyikapi hal tersebut, mungkin pada waktu yang akan datang kita dapat meminimalisir pelanggaran tersebut, hal yang sangat mudah adalah dengan berintrospeksi diri yang tentunya akan sangat membantu terciptanya keamanan dalam berkendara saat melewati traffic light, serta dengan bantuan aparat kepolisian yang selama ini kita anggap sebagai panutan akan menjadi sangat efektif dalam penerapannya. Mungkin polisi dapat meningkatkan kinerjanya dengan lebih aktif dalam mengatur lalu lintas di traffic light. Jangan hanya duduk santai didalam pos.

Wassalam …

Banjarmasin Kota Seribu Sungai?

Kota Banjarmasin terkenal dengan julukan kota seribu sungai, Ditinajau dari sejarahnya julukan ini diberikan negara Belanda karena memang di Banjarmasin terdapat banyak sungai dan anak sungai yang mengalir memanjang sampai ke laut melalui sungai Barito, bahkan sungai-sungai itu mempunyai cabang sampai ke daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Namun sekarang julukan itu rasanya mulai tidak pantas untuk disematkan kepada Banjarmasin, mengingat sungai-sungai yang dulunya panjang dan banyak seakan hilang digantikan oleh bangunan-bangunan besar yang megah diatasnya selain itu sungai-sungainyapun tertimbun tumpukan sampah sehingga tidak layak untuk disebut sebagai sungai. Apakah kota kita ini melupakan sejarahnya sendiri? Atau mungkin orang-orang yang memeliharanya yang lupa akan sejarah kota ini?

Mungkin pertanyaan kedualah yang masuk akal mengingat hal itu terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, hal ini dapat dilihat dengan makin menyempitnya sungai yang dulunya terdapat aliran sungai yang luas dan dalam yang biasanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti mencuci pakaian, mandi dan sebagainya, tetapi sekarang sangat ironis, jangankan untuk mandi dan mencuci pakaian, untuk mengambil air saja sudah tidak bisa dikarenakan aliran sungai tersebut terhambat dan penuh dengan sampah.

Masyarakat sekarang ini seakan mempunyai kebiasaan baru yaitu membuang sampah di sungai dan membangun bangunan diatas sungai yang sebenarnya dapat mengganggu aliran sungai, tetapi hal ini tidak dapat diminamlisir mengingat masyarakat sangat terlambat untuk menyadari dampak buruk dari perbuatan mereka tersebut, padahal sebagai manusia mereka telah diberikan otak untuk berpikir, namun sayangnya otak tersebut tidak mereka pergunakan dengan baik untuk memikirkan hal-hal yang baik. Selain itu dampak globalisasi memang sangat terasa disini, sebab banyak pabrik yang menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan limbah industri mereka dan banyak dibangun bangunan-bangunan yang digunakan sebagai ruko atau tempat berjualan diatas sungai tersebut sehingga sungai tersebut menjadi tersumbat aliran airnya.

Pada tahun 70 – 80 an sungai-sungai di Banjarmasin sangat luas dan dalam serta mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sungai di sepanjang jalan Ahmad Yani dulunya merupakan jalur transportasi utama di Banjarmasin, sebab sungai tersebut memanjang sampai Martapura dan mempunyai cabang-cabang yang banyak yang dapat dilalui oleh jukung sehingga banyak masyarakat menggunakannya sebagai jalur transportasi untuk bepergian ke kota mengingat dulunya masyarakat Banjar kebanyakan tinggal di pinggir sungai.

Jika pemerintah daerah berkaca pada sejarah kota Banjar tempo dulu dimana masyarakat pada waktu itu lebih memilih jalur transportasi melalui sungai ketimbang melalui darat, mungkin sekarang mereka dapat mencari jalan keluar tentang masalah kemacetan yang sekarang sudah menjadi rutinitas setiap hari dengan membuat jalur transportasi air. Mungkin kota Banjarmasin menjadi kota pertama yang dapat menerapkan jalur air sebagai jalur transportasi dalam kota ketimbang kota Jakarta yang notabene sungainya tidak sebanyak di Banjarmasin.

Namun sangat sangsi untuk membuat jalur transportasi tersebut pada masa sekarang mengingat Banjarmasin sudah kehilangan sungai-sungai yang dulunya dapat dilalui oleh kapal atau jukung, kita sudah melupakan kebudayaan kita tempo dulu dan akibatnya sungai-sungai sekarang penuh dengan sampah dan diatasnya berdiri bangunan megah yang akhirnya mempersempit aliran sungai tersebut. Karena itu kita perlu benar-benar mempelajari sejarah daerah kita khususnya sejarah sungai-sungai yang ada di Banjarmasin yang dulunya merupakan urat nadi masyarakat Banjar tempo dulu. Melalui sejarah kita dapat berkaca pada masa yang telah lalu untuk dijadikan jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Fenomena Sertifikasi Guru

Saat ini memang lagi ramai-ramainya dibicarakan tentang masalah sertifikasi guru dan dosen, menurut UU No 14 tahun 2005, guru dan dosen wajib untuk mengikuti sertifikasi, dengan persyaratan minimal berijazah S1, pengalaman mengajar 20 tahun lebih serta membuat portofolio.

Sertifikasi ini memang sangat diperlukan demi kesejahteraan guru dan berdampak baik pada murid yang diajar, karena dengan adanya sertifikasi ini guru benar-benar dapat memberikan ilmunya kepada murid, dalam sertifikasi ini dapat terjaring guru-guru yang berbakat dan mempunyai wawasan serta pengalaman yang banyak, selain itu tunjangan atau gaji guru tersebut pun naik sehingga kinerja guru dapat maksimal, karena selama ini kesejahteraan guru dinomer duakan. Bagi siswa dengan mempunyai guru-guru yang disertifikasi atau sebut saja yang sudah berlisensi dalam bidangnya diharapkan dapat banar-benar terpacu untuk belajar lebih giat, murid mana yang tidak senang apabila gurunya adalah seorang guru yang pintar dan ahli dalam bidangnya.

Dalam pelaksanaannya seorang guru yang sudah memenuhi syarat untuk disertifikasi harus membuat bukti fisik yang dilampirkan berupa dokumen hasil penilaian oleh kepala sekolah atau pengawas saat guru tersebut mengajar di kelas. Kemudian bukti tersebut akan diperiksa oleh pemeriksa (assessor) dari Universitas Negeri pada daerah masing-masing yang telah ditunjuk pemerintah. Namun assessor hanya memeriksa secara teoritis tanpa tahu bagaimana cara guru tersebut melakukan proses belajar mengajar di kelas. Padahal jika assessor langsung turun untuk mengawasi guru tersebut pada saat melakukan proses belajar mengajar di kelas akan terasa sangat efektif dalam memberikan penilaian yang konkrit kepada guru tersebut.

Jumlah assessor memang sedikit dibandingkan dengan guru yang akan disertifikasi, mungkin inilah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan hal diatas, sebab bisa saja guru yang diawasi oleh kepala sekolahnya sendiri melakukan kong kali kong terlebih dahulu sehingga kepala sekolah dengan mudah membubuhkan tanda tangan di atas kertas yang merupakan hasil rekayasa guru tersebut, namun paling tidak assessor dapat benar-benar memilih guru yang benar-benar memenuhi standar dan mampu mengerjakan tugasnya sebagai pendidik yang mampu menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu.

Selain itu masih banyak guru yang sudah memenuhi kualifikasi akademis tetapi tidak termasuk sebagai peserta sertifikasi, hal ini dikarenakan adanya akta IV atau percepatan pendidikan, dalam hal ini ada beberapa sekolah di Banjarmasin yang lebih memilih guru-guru tersebut, padahal masih terdapat guru yang sudah mempunyai pengalaman mengajar diatas 20 tahun dan banyak mempunyai piagam penghargaan atau sertifikat dalam bidang pendidikan, sehingga guru-guru yang berpengalaman tersebut dan yang pantas untuk disertifikasi harus menunggu sampai tahun berikutnya.

Bagi kebanyakan guru tujuan untuk mengikuti sertifikasi tersebut mempunyai dua motif, yaitu motif ekonomi dan motif psikologis, motif ekonomi didasari dengan naiknya gaji guru 100% apabila mereka berhasil lulus sertifikasi, sehingga kesejahteraan mereka pun ikut naik, sedangkan motif psikologis mereka adalah lebih dihormatinya mereka dikarenakan pangkat/jabatan mereka lebih tinggi.

Namun kesuksesan mereka seringkali tidak diikuti dengan keprofessionalan mereka dalam mengajar, malah terkadang mereka kurang rajin dalam mengajar, hal ini dikarenakan mereka telah mempunyai gaji yang cukup sehingga mereka mulai jarang untuk bekerja, khususnya untuk pegawai negeri yang notabene sering meliburkan diri atau cuti bersama.

Fenomena ini banyak terjadi di Banjarmasin, terlebih katanya orang Banjarmasin atau orang Banjar terkenal dengan budaya malasnya, hehe. Oleh sebab itu sertifikasi guru harusnya dilakukan dengan memandang segi positifnya yaitu untuk benar-benar ahli dalam bidangnya dan mampu menjalankan proses belajar mengajar di kelas dengan baik, dilakukan dengan keikhlasan sehingga apa yang mereka lakukan bermanfaat bagi siswa yang mereka ajar yang merupakan calon penerus mereka nanti di kemudian hari.

Ibnu Taimiyah Terhadap Logika

Abu al-Abbas Taqi al-Din Ahmad ibn Abd al-Salaam ibn Abdullah ibn Taimiyah al-Harrani adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki. Lahir pada tanggal 22 Januari 1263 (10 Rabiul Awwal 661 H) dan wafat 1328 (20 Dzulhijjah 728 H). Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taymiyyah. Seorang Syaikh, hakim, khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani Seorang Ulama yang menguasai fiqih, ahli hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al Qur'an (hafidz).

Ibn Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibn Taymiyyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.. Ibn Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'un, yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'it al-Tabi'un, yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'un adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

Penguasaan Ibn Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.”

Ibn Taimyah terkenal akan kritikannya terhadapa pendapat Aristoteles tentang Logika, ia menulis dua buah kitab logika, yaitu kitab Al-radd ‘ala al-Manthiqiyin (kitab penolakan terhadap Para Ahli Logika) dan Naqdh al-Manthiq (Kritik Logika). Ibn Taimiyah memulai kritikannya dengan mengatakan bahwa sesungguhnya saya mengetahui bahwa logika Yunani tidak dibutuhkan oleh para cendekiawan, bahkan bagi orang bodohpun tidak akan ada gunanya. Ia mengatakan Sebuah konsep (tashawwur) tidak dapat diperoleh (dicapai) kecuali dengan definisi logis (hadd), dan sebuah putusan (tashdiq) tidak dapat deiperoleh kecuali dengan silogisme (qiyas).

Pernyataan bahwa sebuah konsep tidak dapat diperoleh kecuali dengan definisi logis dikatakan Ibn Taimiyah mengandung pengertian yang tidak jelas, tidak mudah, pernyataan seperti itu semestinya mempunyai argumentasi yang terang dan benar, sedangkan para ahli logika sama sekali tidak mempunyai argumentasi atas kebenaran pernyataan itu. Menurut Ibnu Taimiyah pernyataan tanpa argumentasi adalah pernyataan tanpa ilmu, sehingga muncul pertanyaan besar bagaimana mungkin menjadikan suatu proposisi yang tidak logis sebagai dasar dan timbangan bagi ilmu yang logis.

Kemudian Aristoteles menyatakan bahwa definisi (hadd) adalah pernyataan yang menunjuk kepada hakikat atau substansi dari sesuatu yang didefinisikan. Bantahan Ibn Taimiyah adalah apabila dikatakan bahwa definisi adalah pernyataan atau perkataan dari si pembuat definisi, maka tentunya si pembuat definisi tahu bahwa sesuatu yang didefinisikan itu juga diketahuinya dengan sebuah definisi, atau ia mengetahui tanpa definisi. Kalau yang pertama yaitu ia mengetahui dengan definisi, maka definisi itu harus pula diketahui dengan definisi lainnya, dan begitulah rantaian seterusnya, sebuah definisi baru dapat diketahui dengan definisi pula, ini adalah pekerjaan yang tidak masuk akal. Akan tetapi apabila si pembuat definisi dapat mengetahui sesuatu yang didefinisikan tanpa definisi, maka proposisi “Sesuatu itu tidak dapat diketahui kecuali dengan definisi”, menjadi batal dengan sendirinya.

Bantahan yang sangat berani inilah yang membuat Ibn Taimiyah begitu terkenal dimata para ahli logika lainnya, beliau juga membantah pendapat ahli logika dari Islam seperti Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, dan Ibn Rusyd. Banyak pula pujian yang mengalir kepada beliau seperti Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah (wafat th. 748 H) berkata: “Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.

Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya ….. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ….. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.

Demikianloah pujian-pujian terhadap beliau, keberanian beliau dalam menentang suatu permasalahan atau suatu pernyataan patut untuk kita tiru dan terapkan dizaman seperti sekarang, dimana dibutuhkan keberanian untuk berbuat benar yang dapat dicontoh oleh orang banyak.

Sertifikasi Guru Menimbulkan Kecemburuan Antara Sesama Guru

Berawal dari UU No. 14 Tahun 2005 tentang sertifikasi guru dosen, menimbulkan suatu persepsi dalam dunia pendidikan tentang guru atau dosen harus benart-benar ahli dalam mengajar anak didiknya, dengan sertifikasi guru dan dosen maka akan kelihatan bagaimana cara mereka dalam mengajar dan kelayakan mereka sebagai tenaga pengajar di sekolah atau perguruan tinggi.

Menyoal masalah diatas, tampaknya masalah diatas ini menjadi suatu fenomena baru dalam dunia pendidikan kita, tetapi dalam pelaksanaannya seringkali ditemukan kepincangan-kepincangan atau kecemburuan antara guru yang disertifikasi dengan yang tidak disertifikasi. Bagaimana tidak, dalam pemilihan guru-guru yang akan disertifikasi masih terdapat guru yang sebenarnya belum layak untuk disertifikasi.

Hal ini dapat kita lihat secara nyata dalam dunia pendidikan di Indonesia khususnya Kalimantan Selatan, sepengetahuan saya sebagai manusia yang diberikan akal untuk berpikir oleh Tuhan masih banyak terdapat pemilihan guru yang sebenarnya belum layak untuk disertifikasi, adalah seorang guru yang hanya mempunyai pengalaman mengajar diatas 5 tahun berhasil terpilih sebagai guru yang disertifikasi yang berbekal ijazah S1, memang ijazah minimal berpendidikan S1 adalah syarat utama dalam sertifikasi tersebut, namun lucunya guru tersebut tidak berhasil lulus dalam uji sertifikasi tersebut, karena nilai mereka tidak mencukupi persyaratan untuk lulus, namun untuk memenuhi kekurangan nilai mereka, guru tersebut malah diikutkan dalam penataran yang berdurasi 10 hari untuk menutupi kekurangan nilai mereka

Dalam pandangan saya, sertifikasi guru tersebut seakan-akan direkayasa dan dipaksakan dalam kelulusannya, bagaimana tidak guru yang seharusnya gagal dalam uji sertifikasi tersebut malah diberikan jalan lain untuk lulus dengan cara mengulang melalui penataran tersebut. Padahal banyak sekali pihak yang dirugikan dalam masalah itu, seperti murid-murid mereka disekolah yang harus terlantar dalam belajar karena ditinggal gurunya selama 10 hari untuk penataran.

Selain itu guru yang lebih berpengalaman atau pengalaman mengajar mereka diatas 20 tahun bahkan sampai ada selama 34 tahun juga sangat dirugikan, karena mereka tidak termasuk dalam sertifikasi tersebut, padahal kalau ditinjau lebih jauh kemampuan mereka jauh lebih baik dibanding dengan guru yang hanya berpengalaman diatas lima tahun, mungkin karena guru yang sudah mengajar selama 20 tahun hanya bertitel D3 atau sarjana muda, bukan S1, padahal dari kerja keras mereka telah banyak lahir Profesor, Magister dalam dunia pendidikan ataupun Sarjana-sarjana lainnya, apakah kerja keras mereka ini luput dari pandangan pemerintah? Mungkin paling tidak mereka diberikan pengecualian dalam hal title/pangkat tersebut mengingat jasa mereka atau piagam-piagam penghargaan dalam dunia pendidikan sangat banyak yang benar-benar mereka gunakan ilmunya untuk mengajar kita.

Sekarang memang mudah ditemukan universitas-universitas jarak jauh, atau kuliah hanya berdurasi dua hari (sabtu dan minggu), tetapi kebanyakan dari guru-guru yang pengalaman mengajar mereka diatas 20 tahun tidak menemui universitas atau kuliah seperti diatas tempo dulu, kalaupun ada, untuk masuk kuliah tersebut mereka sangat sulit karena harus mendapat izin dari kepala sekolah atau dinas setempat yang prosesnya tidak semudah sekarang. Ini adalah sebuah alasan logis mengapa kebanyakan guru-guru yang berpengalaman hanya mempunyai gelar sarjana muda.

Hal inilah yang menimbulkan kecemburuan guru-guru lama terhadap guru-guru baru, mereka seakan dianak tirikan dalam masalah sertifikasi tersebut, padahal jasa mereka dalam dunia pendidikan patut diacungi jempol dua kali dibandingkan dengan guru-guru baru. Sudah sepantasnya kita untuk mengetahui hal tersebut, karena ini menyangkut masa depan dunia pendidikan kita pada masa yang akan datang.